Kamis, 04 Agustus 2011

Hulul

Kata “hulul” yang sinonimnya “infusion” diartikan dengan “penyerapan” yakni menyerap keseluruh bagian obyek yang dapat menerimanya (the infusion spreads to all part of the receptive obyec). Hulul yang demikian digambarkan oleh al-Hallaj “hulul lahut fi nasut” (penyerapan roh ketuhanan ke dalam tubuh manusia). Hulul yang seperti ini terjadi bilamana jiwa seseorang telah suci dan bersih di dalam menempuh perjalanan hidup batin dan kerohaniannya, berpindah dari satu maqam ke maqam yang lebih tinggi, dari awam Muslimin, Mukminin, Salihin, dan Muqarabin.
Pada tingkat muqarabin ini manusia telah dekat dirinya dengan Tuhan, Di atas tingkat muqarabin, roh ketuhanan (lahut) menyerap (masuk) ke dalam roh manusia dan (nasut) yang akhirnya lenyap (fana) lah roh kemanusiaan karena telah bersatu dengan roh ketuhanan laksana persatuan antara gula dengan air. Dalam kitabnya yang berjudul “Tawasin” al-Hallaj berkata
“Kau telah mencampur rohmu ke dalam rohku seperti percampuran air anggur dengan air murni. Apabila sesuatu menyentuhmu maka akupun tersentuh karena kau dan aku satu dalam segala hal”.

Pemikiran Al Hallaj berpangkal dari keyakinan bahwa Tuhan dapat ditemukan dalam kalbu masing-masing. Pemikiran tersebut mengantarkannya untuk merumuskan berbagai paham, diantaranya: kesatuan manusia dengan Tuhan (hulul), penciptaan alam melalui cahaya Muhammad (nur Muhammad), dan kesatuan segala agama (wahdatul adyan). Al Hallaj percaya bahwa Tuhan dapat mengambil tempat (hulul) dalam tubuh manusia yang telah membersihkan sifat kemanusiaannya. Pengalaman ini membuatnya mengeluarkan ucapan Ana Al Haq (Akulah Sang Kebenaran). Pernyataan tersebut menjadi salah satu pokok tuduhan bahwa Al Hallaj telah mengaku sebagai Tuhan.
Berikut ini kami paparkan sebagian perkataan mereka : Al-Hallaj berkata :
Maha Suci yang menampakkan sifat kemanusiannya,
Kami rahasiakan sifat ketuhanannya yang cemerlang,
Kemudian Ia menampakkan diri pada mahluknya,
Dalam bentuk orang yang sedang makan dan minum,
Hingga mahluknya dapat menentukannya, seperti
jarak antara kedipan mata dengan kedipan yang lain.
Siapakah dia ? Dialah Rabbu Al-Arbab
yang tergambar dalam seluruh bentuk pada
hamban-Nya, Fulan.
Al-Hallaj percaya bahwa gambar Allah dalam manusia (nasut) bisa mencapai harus dipenuhi dalam persatuan dengan kodrat Ilahi (lahut) setelah yang dimodelkan. Dia melihat Yesus sebagai contoh tertinggi dimuliakan, atau disempurnakan, kemanusiaan, sebagai actualizer dari konsep Al-Quran tentang gambar Allah dalam manusia. (Yesus juga akan menjadi cap orang-orang kudus pada hari penghakiman.
Al-Hallaj menemukan dalam diri Yesus jenis yang sempurna "manusia didewakan," berubah menjadi wakil Tuhan, kesatuan ilahi akan dan alam. Dia, seperti Yesus, menjadi satu dengan al-Haqq ("The One True," atau "Kebenaran") dirinya sendiri. Jadi kita menemukan dia membuat pernyataan Yesus mengingatkan, barangkali dengan meditasi sadar pada angka ini di dalam Injil keempat.
Akulah Dia yang saya cintai, dan dia yang kucintai adalah aku, kami adalah dua jiwa tinggal dalam satu tubuh. Ketika kamu melihat saya, kamu lihat dia, dan ketika kamu melihat bahtera dia, kamu lihat kami.
Ini rasa persatuan dan kesatuan dengan Allah yang menuntunnya Kebenaran mengatakan dalam kesaksian, "Akulah Kebenaran", dan untuk ini ia dihukum mati. Untuk kaum Muslim ortodoks, ini penghujatan, karena Allah tidak akan bersekutu dengan ciptaan-Nya. Teologis ini juga ada masalah, karena hulul adalah istilah untuk doktrin Kristen dibenci inkarnasi, meskipun al-Hallaj tidak berarti bahwa dengan istilah itu. Lebih lanjut, istilah lahut dan nasut digunakan dalam kekristenan Suriah selama dua kodrat Kristus.
Hallaj bukan penganut panteisme, meskipun beberapa telah diklasifikasikan dia demikian. Dia tertarik dalam persekutuan pribadi dengan Allah. The pantheists belakangan memanfaatkan pikirannya, tetapi di abad yang mengikutinya bahwa panteisme berkembang, dengan Abu Sa'id Hallaj tidak pernah mengaku Allah menjadi segalanya, ia mengakui transendensi Allah. Tapi ia merasa Tuhan mengisi dia dan bekerja di dalam Dia.
Dia melihat dirinya, pada kenyataannya, sebagai tanda:
Jika kamu tidak mengenali Allah, setidaknya mengenali tanda-tanda-Nya, tanda bahwa Aku, Akulah Kebenaran Kreatif (ana 'l-haqq), karena melalui kebenaran, kebenaran selalu saya . Dan aku, sekalipun aku dibunuh dan disalibkan, dan meski tangan dan kaki dipotong - aku tidak menarik kembali.
Kalau roh ketuhanan telah turun dan masuk serta bersatu dengan roh kemanusiaan apa saja yang keluar dari manusia semuanya dari Tuhan. Al-Hallaj dalam “Tawasin” berkata “Aku adalah engkau tidak diragukan, kemahasucianmu adalah juga kemahasucianku, mentauhidkan engkau adalah juga mentauhidkan aku, berbuat maksiat kepadamu juga berbuat maksiat kepadaku”. Karena itu menurut al-Hallaj manusia dapat menjelma menjadi Tuhan atau sekurangnya mempunyai sifat ketuhanan, bukan saja pada diri Isa bin Maryam bahkan siapa saja yang mampu menfanakan dirinya ke dalam Tuhan dan baqa di dalam Tuhan ia akan menjadi Tuhan dan pada saat itu tiak ada perbedaan antara dirinya sebagai nasut (manusia) dan Tuhan sebagai Lahut. Dalam bukunya “Tawasin” al-Hallaj berkata: Aku adalah rahasia al-Haq, bukankah al-Haq itu aku, bahkan aku adalah al-Haq, maka bedakan antara kami”. Perbedaan antara dirinya dengan Tuhan diterangkan al-Hallaj dalam bukunya “Tawasin” katanya “Tidak ada perbedaan antaraku dan antara Tuhanku melainkan dari dua sisi; adanya kami dari pada-Nya dan segala keperluan kami dari pada-Nya.

Apabila roh ketuhanan telah turun dan masuk ke dalam tubuh atau jasad, tidak ada kehendak yang berlaku melainkan kehendak Allah. Roh Allah telah menyerap ke dalam dirinya sebagaimana roh ketuhanan yang telah menyerap ke dalam tubuh Isa bin Maryam. Itulah sebabnya—katanya—Allah memerintahkan malaikat agar bersujud kepada Adam karena dalam tubuh sudah ada roh ketuhanan.

Al-Hallaj adalah pencetus teori hulul dalam kajian sufistik Hulul menurutnya adalah bahwa Tuhan memilih tubuh manusia tertentu untuk bersemanyam di dalamnya dengan sifat ketuhanan-Nya (lahut), setelah sifat kemanusiaan (nasut) yang ada pada manusia dilenyapkan. Ketika itu seorang sufi tidak sadar diri sehingga ucapan ganjil yang keluar dari mulutnya di luar kesadarannya, hal ini dalam kajian sufistik disebut syathahat. Namun al-Hallaj tidak menjelaskan bagaimana posisi nasut Tulian ketika hulul dengan manusia, dan ketika menyatunya lahut Tuhan dengan lahut manusia apakah ungkapan syathahat itu sepenuhnya dari Tuhan ataukah dari Tuhan dan manusia sekaligus.

Ajaran Hulul al-Hallaj dan ajaran Ittihad Abi Yazid sama-sama mengajarkan tentang persatuan antara Tuhan dan Hamba. Adapun letak perbedaannya kalau ittihad roh manusia naik dan menyatu kedalam diri Tuhannya (khaliq), sedangkan ajaran Hulul roh ketuhanan telah turun dan masuk ke dalam tubuh atau jasad sang hamba (makhluq).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar